HAKEKAT TAHLILAN DAN TABUR BUNGA DALAM TRADISI NYEKAR
Oleh : Kuswanto Abu Irsyad
Nyekar berasal dari kata sekar yang artinya Bunga. Secara hakekat, Nyekar adalah suatu prosesi untuk memberikan Pencerahan atau Inisiasi atau Mukhasyafah kepada orang yang "mati" dan "terkubur" ruhaninya, dengan "Bunga Cahaya Ilahi" (Bunga Wijaya Kusuma), agar ruhaninya kembali "hidup" dari "kematiannya" dan mendapatkan limpahan barokah Cahaya-Nya.
Saran saya kepada yang akan melaksanakan tradisi "Nyekar", pertama, mintalah petunjuk kepada Allah, agar diperlihatkan keadaan arwah orang-orang yang kita cintai di alam Barzakh, Insya Allah kalau kita tekun, suatu saat Allah akan memperlihatkan kondisi mereka, secara Kasyaf atau juga melalui mimpi, lihatlah kondisinya, apakah dalam gambaran yang baik atau buruk, kalau kondisinya baik, bersyukurlah kepada Allah kerena mereka mendapat "tempat" yg layak di "sisi-Nya", kalau sebaliknya, maka lakukan langkah kedua, yaitu bertanyalah kepada Ahli Dzikir kalau kita tidak mengetahui caranya.
"Maka bertanyalah kepada Ahlul Dzikri, jika kamu tidak mengetahuinya" (QS 21 : 7)
"Laa yaruddul qodoo iladdu'aa (tak ada yg dapat merubah qodho, kecuali do'a)....(Hadits)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلأَنْصَارِيِّ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ حِينَ تُوُفِّيَ، قَالَ: فَلَمَّا صَلَّى عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَسُوِّيَ عَلَيْهِ، سَبَّحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَبَّحْنَا طَوِيلاً، ثُمَّ كَبَّرَ فَكَبَّرْنَا، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَ سَبَّحْتَ؟ ثُمَّ كَبَّرْتَ؟ قَالَ: " لَقَدْ تَضَايَقَ عَلَى هَذَا الْعَبْدِ الصَّالِحِ قَبْرُهُ حَتَّى فَرَّجَهُ اللهُ عَنْهُ "
Sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallaahu ‘anhu berkata : “Pada suatu hari kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Sa’ad bin Mu’adz ketika meninggal dunia. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya, ia diletakkan di dalam kubur, dan kemudian diratakan dengan tanah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca tasbih, dan kami membaca tasbih dalam waktu yang lama. Baginda membaca takbir dan kami membaca takbir pula. Kemudian baginda ditanya : “Wahai Rasulullah, mengapa engkau membaca tasbih, kemudian membaca takbir?” Baginda menjawab : “Sungguh kuburan hamba Allah yang shaleh ini benar-benar menghimpitnya, (maka aku membacanya) sehingga Allah melepaskannya dari himpitan itu.”
Hadits riwayat Ahmad dalam al-Musnad (14873, 15029), al-Hakim al-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul (325), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [5346], dan al-Baihaqi dalam Itsbat ‘Adzab al-Qabr (113). Hadits di atas shahih dan sanadnya bernilai hasan.
Dalam riwayat lain disebutkan :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ، لَمَّا مَاتَ سَعْدٌ شَهِدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَنَازَتَهُ فَجَلَسَ عَلىَ الْقَبْرِ فَقَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، سُبْحَانَ اللهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا الْعَبْدُ الصَّالِحُ لَقَدْ ضُيِّقَ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى خَشِيْتُ أَنْ لاَ يُوَسَّعَ عَلَيْهِ ثُمَّ وُسِّعَ عَلَيْهِ
“Sahabat Jabir berkata : “Ketika Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri jenazahnya, lalu duduk di atas kuburnya, lalu berkata : “Laa ilaaha illallaah, subhaanallaah”. Kemudian bersabda : “Hamba yang shaleh ini benar-benar telah dihimpit oleh kuburnya, sehingga aku khawatir tidak akan dilapangkan baginya. Tetapi kemudian dilapangkan baginya.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Hakim dan At-Tirmidzi, dengan sanad yang dha’if. Tetapi substansi dari hadits tersebut shahih dan populer.
“Kami berjalan bersama Nabi melewati dua makam, lalu beliau berdiri di atas makam itu, kami pun ikut berdiri. Tiba-tiba beliau meyingsingkan lengan bajunya, kami pun bertanya : ‘Ada apa ya Rasul?’”
“Beliau menjawab: ‘Apakah kau tidak mendengar ?’ Kami menjawab heran : Tidak, ada apa ya Nabi? Beliau pun menerangkan : ‘Dua lelaki sedang disiksa di dalam kuburnya dengan siksa yang pedih dan hina.’ Kami pun bertanya lagi: Kenapa bisa begitu ya RasuI ? Beliau menjelaskan : ‘Yang satu, tidak bersih kalau membasuh bekas kencing; dan satunya lagi suka mencaci orang lain dan suka mengadu domba.’
"Rasulullah lalu mengambil dua pelapah kurma, diletakkan di atas kubur dua lelaki tadi. Kami kembali bertanya Apa gunanya ya Rasul? Beliau menjawab : ‘Gunanya untuk meringankan siksa mereka berdua selagi masih basah". (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah)
Dari hadits diatas, Nabi Saw memberikan satu isyarat, bahwa jika kita sudah mendapat petunjuk tentang keadaan arwah yang terjebak di alam barzakh, maka bisa dibantu dengan meletakkan pelepah daun kurma atau daun daunan atau bisa juga kembang atau bunga yang terlebih dulu ditransfer energi doa dari Nur Ilahi.
"Taburkanlah 7 warna Cahaya Ilahi pada "Maqam" orang yang kau cintai, niscaya ia akan bangkit berjalan pulang kepada Cahaya-Nya"