Sejarah Perumusan Kalender Hijriah

Penanggalan Hijriyah yang banyak dikenal oleh kaum muslim itu adalah produk politik yang dikeluarkan semasa Sayyidina Umar menjabat khalifah. Dikatakan demikian karena memang motivasi terbentuknya penanggalan tersebut guna kelancaran system kenagaraan ketika itu.

Dalam kitabnya Fathul-Baari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan secara detail runutan kejadian lahirnya penanggalan hijriyah tersebut. Dan perlu diketahui bahwa nama-nama bulan dalam penanggalan hijriyah itu bukanlah wahyu, tapi justru bangsa Arab sejak zaman jahiliyah pun sudah memakai nama-nama itu; seperti Sya’ban, Ramadhan, Syawal dan yang lainnya.

Jadi, orang-orang sebelum Nabi lahir pun sudah mengenal nama Rabi’ al-Awwal dan juga Rabi’ al-Tsani atau juga Rajab serta Dzul-Hijjah. Intinya bahwa nama-nama itu telah ada dan dipakai oleh orang Jahiliyah. Jadi bukan hanya khusus orang Islam saja. Kecuali nama bulan Muharram, karena sejatinya itu adalah nama pemberian wahyu, bukan dari kebiasaan jahiliyah.


Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menceritakan bahwa setelah 2 tahun setengah menjabat sebagai khalifah, tepatnya pada tahun ke 17 Hijrah, sayyidina Umar mendapat kiriman surat dari salah satu gubernurnya, yaitu Abu Musa al-Asy’ari yang mengadu kalau beliau kebingungan, karena banyak surat sayyidina Umar yang datang ke beliau tapi tidak ada tanggalnya.

Dalam rak gubernur terdapat banyak surat yang membuat beliau (Abu Musa al-Asy’ari) bingung untuk menentukan surat mana yang baru dan mana surat yang lama, mana perintah terbaru dan mana perintah sudah usang. Karena itu beliau menyarankan kepada sayyidina Umar untuk membuat sebuah penanggalan agar tidak terjadi lagi kebingungan di antara gubernur-gubernurnya.

Mendapat aduan dan tersebut, akhirnya sayydina Umar memanggil semua staf dan orang penting-nya untuk berdiskusi merumuskan dan memformulasikan sebuah penanggalan agar tidak lagi ada yang kebingungan. Selain itu juga, penanggalan pastinya, akan sangat membantu kinerja para staf dan gubernur serta masyarakat luas.

Setelah berdiskusi dan sepakat bahwa mereka harus memilik standarisasi penanggalan demi kemaslahatan, mereka berselisih dalam menentukan kapan tahun pertama itu dimulai dalam penanggalan mereka ? Ada yang mengusulkan tahun pertama dimulai di tahun Gajah, dimana Nabi lahir. Ada juga yang mengusulkan di tahun wafatnya Nabi. Dan tidak sedikit yang mengusulkan di tahun Nabi diangkat menjadi Rasul dimana wahyu pertama turun. Dan juga opsi di tahun hijrahnya Nabi ke Madinah.

Dari 4 opsi ini, akhirnya sayyidina Umar memutuskan untuk memulai tahun di tahun hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah atas usulan dan rekomendasi sayyidina Utsman dan juga sayyidina Ali. Beliau tidak memilih tahun kelahiran dan tahun diangkatnya Nabi menjadi Rasul karena memang ketika itu juga mereka masih berselisih tentang waktu kapan tepatnya Nabi lahir, dan kapan wahyu pertama turun.

Sedangkan tahun wafatnya, sayyidina Umar menolak menjadikannya permulaan tahun karena di tahun tersebut banyak kesedihan. Akhirnya beliau memilih tahun hijrahnya Nabi Saw, selain karena jelasnya waktu tersebut, hijrah juga dianggap menjadi pembeda antara yang haqq dan yang bathil ketika itu. Dan menjadi tonggak awal kejayaan umat Islam setelah sebelumnya hanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi.

Karena itulah kalender ini dinamakan kalender Hijriyah, karena yang menjadi acuan awalnya ialah Hijrahnya Nabi Muhammad Saw. Padahal sejatinya orang-orang terdahulu menamakannya at-Taqwim al-Qamari (Kalender Bulan), dinamakan Qamar (bulan) karena hitungan harinya berdasarkan putaran bulan, dan itu yang dilakukan oleh para bangsa Arab sejak ratusan dekade.

Setelah bersepakat bahwa awal tahun itu terhitung sejak tahun Nabi Hijrah, perdebatan kembali memanas tentang bulan apakah yang menjadi awal bulan-bulan hijriyah ini?

Tentu saja ada yang menawarkan bulan Rabi’ al-Awwal sebagai bulan pertama tahun Hijriyah karena bulan itu ialah bulan Hijrahnya Rasul (tepatnya Rasul Saw memulai berangkat ke madinah sejak tanggal 27 shafar dan tiba di madinah tanggal 11 Rabi’ al-Awwal). Akan tetapi sayyidina Umar justru memilih bulan Muharram untuk jadi bulan pertama pada susunan tahun Hijriyah.

Selain karena rekomendasi sayyidina Utsman, beliau memilih Muharram dengan alasan bahwa hijrah walaupun terjadi di bulan Rabi’ al-Awwal, akan tetapi muqadimah (permulaan) Hijrah terjadi sejak di bulan Muharram. Beliau mengatakan bahwa wacana hijrah itu muncul setelah beberapa sahabat membaiat Nabi, dan Baiat itu terjadi di penghujung bulan dzul-hijjah, semangat baiat itulah yang mengantarkan kaum muslim untuk berhijrah. Dan bulan yang muncul setelah dzul-hijjah ialah bulan Muharram. Karena itu beliau memilih Muharram sebagai bulan pertama di tahun Hijriyah.

Yang perlu diketahui bahwa memang nama-nama bulan pada kalender Hijriyah itu bukanlah wahyu yang turun kepada umat Islam. Justru nama-nama itu telah ada sebelumnya dan digunakan berabad-abad lamanya oleh bangsa Arab. Hanya nama Muharam yang bersumber dari wahyu.

Mereka terbiasa menggunakan bulan sebagai media untuk menentukan waktu karena itu penaggalan mereka disebut dengan al-Taqwim al-Qamari (kalender Bulan), karena memang basis perhitungannya bergantung pada bulan. Walaupun ada beberapa suku, khususnya di selatan Jazirah Arab (Yaman) yang menggunakan matahari sebagai media menentukan hari.

Kemudian, nama-nama bulan mereka memberi nama sesuai dengan keadaan alam atau keadaan sosiologi dan budaya yang mereka lakukan pada bulan-bulan tersebut. Hanya nama bulan muharram saja yang bukan warisan dari jahiliyah; ia merupakan nama yang bersumber dari wahyu lewat lisan Nabi Saw.

Orang Jahiliyah dulu tidak mengenal nama Muharram/tidak ada nama muharram dalam penaggalan mereka. Mereka hanya tahu Shafar al-Awwal, ini nama sebelum adanya nama Muharram. Nama Muharram itu muncul setelah adanya wahyu dari Allah melalui lisan Nabi Saw. yang mana ketika itu Nabi Saw menjelaskan tentang puasa sunnah terbaik setelah puasa Ramadhan, beliau katakana : “Syahrullah al-Muharram”, yakni : bulannya Allah, bulan Muharram. Setelah muncul hadits ini kemudian nama muharram menjadi popular di kalangan umat Islam.

*Dikompilasi dari berbagai sumber.