Pengalaman Seorang Salik Dalam Menempuh Jalan Kema’rifatan

Setiap orang yang menempuh perjalanan rohani, akan mendapatkan banyak halangan yang biasanya akan mengakibatkan kejenuhan bahkan merasa putus asa. Hal ini biasanya terjadi karena pada saat pertama kali bertemu dengan Allah melalui proses pengangkatan oleh Guru Mursyidnya, mereka tidak mendapatkan pengalaman Rohani yang maksimal. Atau dengan kata lain, mereka dalam pengalaman mi’raj-mi’rajnya tidak menemukan apa-apa dari penyaksiannya. Sehingga dari pengalamannya itu, mereka tidak memberikan penghargaan yang pantas kepada Allah.
Akibatnya, mereka dalam melaksanakan perjalanan mi’rajnya hanyalah bersifat ritual semata, tanpa diimbangi dengan perasaan, penghayatan, perenungan dan kotemplasi terhadap pengalaman pribadinya. Hal ini telah diinformasikan oleh Allah dalam Al Qur’an yaitu :

“Dan mereka tak menghargai Allah dengan penghargaan yang pantas diberikan kepada-Nya, tatkala mereka berkata : Allah tidak menurunkan apa-apa kepada manusia . Katakan : Siapakah yang menurunkan Kitab yang dibawa oleh Musa, yaitu NUR dan PETUNJUK bagi manusia, yang kamu buat menjadi lembaran-lembaran (yang berhamburan), yang kamu perlihatkan dan yang kebanyakan kamu sembunyikan? Dan kamu diajarkan tentang apa yang kamu dan orang tua kamu tidak tahu . Katakanlah : Allah. Lalu biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya”. (QS Al An’am 6 : 91)

Ayat tersebut diatas menjelaskan tentang mereka yang baru menempuh jalan rohani (baru melalui prosesi pengangkatan yang pertama kalinya) namun tidak mendapatkan pengalaman penyaksian yang maksimal. Maka mereka berkata : “ Allah tidak menurunkan apa-apa kepada manusia “. Mereka mengatakan yang demikian bukan karena Allah tidak menurunkan apa-apa tetapi karena mereka belum menemukan “rasa pertemuan” dengan Dzat Yang Maha Suci, Allah SWT.

Mereka pantas berkata demikian, tetapi “ Dirinya yang paling dalam berujar “ : Siapakah yang menurunkan Kitab yang dibawa oleh Musa ( Guru Musryid yang mengantarkan dirinya kepada Pencerahan – Pengangkatan ) yaitu NUR dan PETUNJUK bagi manusia, yang kamu buat menjadi lembaran-lembaran?. Karena pengalaman mi’raj itu sulit untuk diungkapkan, maka dibuatlah oleh mereka (para kaum ma’rifatullah) dalam bentuk ungkapan-ungkapan tertulis berupa syair-syair, puisi-puisi, atau kisah-kisah dan yang kebanyakan kamu sembunyikan ( dibuat dalam bentuk perumpamaan ayat-ayat mutasyabihat ). 


Dan kamu diajarkan tentang apa yang kamu dan orang tua kamu tidak tahu. Dengan NUR ( Nurul Iman ) itu mereka memperoleh petunjuk untuk membimbing dirinya dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan ini.

Katakanlah : “Allah” Dialah yang menurunkan kepahaman itu kepada mereka. Dengan kepahaman itu mereka merasa “plong” menghadapi permasalahan yang berat sekalipun. Mereka mengetahui cara mensikapi permasalahan dengan sewajarnya. Lalu biarkanlah mereka yang ragu-ragu tentang apa yang sudah diturunkan oleh Allah kepada dirinya dalam kesesatan. 


Bagi mereka yang telah memperoleh Cahaya Keimanan, hendaknya tidak terlalu risau dengan kegelisahan saudara-saudara seimannya yang masih menggerutu denagn pengalamannya, karena mereka belum menemukan keindahan dan keyakinan yang mantap dari mi’raj-mi’rajnya. Lalu bagaimana cara kita menghindari stagnasi dalam perkembangan evolusi rohani kita, jawabannya, hanya ada dua cara yaitu : KAADIHUN ILAA ROBBIKA dan FA AQIM WAJHAQO LID DIINI HANIIFAH

“ Wahai manusia ! Sesungguhnya kamu harus berusaha dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk bertemu dengan Tuhanmu, sampai kamu bertemu dengan-Nya “. ( QS Al Insyqoq 84 : 6 )

“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Dienullah…..”. (QS Ar-Rum 30 : 30)