Kita mengenal istilah Iman, Islam dan Ihsan, yang pada hakekatnya adalah suatu proses perjalanan pengalaman keberagamaan kita yang berjenjang dari tingkat Iman, terus ke tingkat Islam dan mencapai puncaknya ke Tingkat Ihsan.
Tingkat pertama yang harus dijalani adalah Tingkat Iman, yaitu dimana seseorang harus mengimani apa yang termaktub dalam rukun iman, yaitu iman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Kiamat-Nya dan Takdir-Nya. Iman artinya percaya. Logikanya, keimanan atau kepercayaan itu akan tumbuh dalam diri seseorang, kalau dia sudah membuktikan apa yang di imaninya, inilah yang dinamakan Isbatul Yakin = Keyakinan berdasarkan bukti secara langsung.
Diantara kita kadang mengimani keberadaan rukun Iman itu, hanya berdasarkan kata-kata yang didengar melalui telinga, misalnya dari kecil kita sudah mendengar kata “Allah”, “Malaikat”, “Rasul” dan lain sebagainya, kemudian hal tersebut diyakini keberadaannya, padahal kita selama ini belum pernah melihat Allah, Malaikat-Nya dan Rasul-Nya. Inilah yang disebut dengan iman berdasarkan pendengaran. Sehingga pengalaman keberagamaan kita hanya sebatas pendengaran saja atau yang disebut dengan Agama Samawi. Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan iman kita dari hanya sebatas mendengar ke tingkatan Iman berdasarkan Isbat, sehingga kita menjadi orang yang shaleh dalam bidang Spiritual.
”Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah hanya sebatas Harf..” (QS 22 : 11)
Tingkat kedua yang harus dijalani adalah Tingkat Islam, yaitu dimana seseorang yang telah beriman kepada apa yang termaktub dalam rukun Iman berdasarkan Isbat, mulai menjalankan rukun Islam, yang termaktub dalam rukun Islam yaitu Syahadat, Sholat, Zakat, Shaum dan Haji. Islam mempunyai arti Damai, Pasrah dan Lunas Hutang. Semua ritual Islam itu pada hakekatnya adalah simbol-simbol yang menjembatani antara dunia spiritual/keimanan (Keshalehan Spiritual) dengan dunia Sosial/keihsanan (Keshalehan Sosial).
Diantara kita kadang ada yang melakukan ritual Islam yang termaktub dalam rukun Islam, hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja, sehingga hakekat tujuan akhir dari simbol-simbol ritual Islam tersebut, tidak tercapai. Misalkan, kita sering bersyahadat tapi bersyahadat palsu, bersholat tapi tidak terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, berzakat, tapi tidak membersihkan (menzakatkan) diri dari sifat2 tidak terpuji. Bershaum, tapi tidak bisa menahan diri dari perilku negatif. Berhaji, tapi tidak berbuat kemabruran (Kebajikan). Sehingga akhirnya walaupun kita sering melakukan ritual rukun Islam dengan baik dan teratur, tetapi kita tidak juga menjadi orang yang baik (Ihsan). Oleh karena itu marilah kita, tingkatkan KeIslaman kita ketingkat yang lebih tinggi yaitu ke Tingkan Ihsan.
”Hai sekalian orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kafah……” (QS 2 : 208)
Tingkat ke tiga yang harus dijalani adalah Tingkat Ihsan, yaitu dimana seseorang yang telah beriman dan berislam yang termaktub dalam rukun iman dan rukun islam, mulai mengaplikasikan nilai-nilai keimanan dan keislamannya itu dalam hidup bersosial kemasyarakatan, dimana ia selalu berperilaku sebagai orang yang baik (muhsin) dengan mengikuti norma-norma yang berlaku dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara, dengan di dasari bahwa semua perilakunya selalu merasa seolah-olah di lihat Allah, sehingga ia malu kalau perilakunya melanggar hukum-hukum Allah. Orang yang sudah menjalani jenjang Iman, Islam dan Ihsan dengan sempurna, disebut dengan orang yang telah menjalani kehidupan agamanya dengan sempurna.
”….Pada hari ini telah Aku sempurnakan Ad Din-mu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridhoi Islam (Sejati) ini sebagai agamamu…” QS 4 : 3)
Diantara kita kadang mengimani keberadaan rukun Iman itu, hanya berdasarkan kata-kata yang didengar melalui telinga, misalnya dari kecil kita sudah mendengar kata “Allah”, “Malaikat”, “Rasul” dan lain sebagainya, kemudian hal tersebut diyakini keberadaannya, padahal kita selama ini belum pernah melihat Allah, Malaikat-Nya dan Rasul-Nya. Inilah yang disebut dengan iman berdasarkan pendengaran. Sehingga pengalaman keberagamaan kita hanya sebatas pendengaran saja atau yang disebut dengan Agama Samawi. Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan iman kita dari hanya sebatas mendengar ke tingkatan Iman berdasarkan Isbat, sehingga kita menjadi orang yang shaleh dalam bidang Spiritual.
”Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah hanya sebatas Harf..” (QS 22 : 11)
Tingkat kedua yang harus dijalani adalah Tingkat Islam, yaitu dimana seseorang yang telah beriman kepada apa yang termaktub dalam rukun Iman berdasarkan Isbat, mulai menjalankan rukun Islam, yang termaktub dalam rukun Islam yaitu Syahadat, Sholat, Zakat, Shaum dan Haji. Islam mempunyai arti Damai, Pasrah dan Lunas Hutang. Semua ritual Islam itu pada hakekatnya adalah simbol-simbol yang menjembatani antara dunia spiritual/keimanan (Keshalehan Spiritual) dengan dunia Sosial/keihsanan (Keshalehan Sosial).
Diantara kita kadang ada yang melakukan ritual Islam yang termaktub dalam rukun Islam, hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja, sehingga hakekat tujuan akhir dari simbol-simbol ritual Islam tersebut, tidak tercapai. Misalkan, kita sering bersyahadat tapi bersyahadat palsu, bersholat tapi tidak terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, berzakat, tapi tidak membersihkan (menzakatkan) diri dari sifat2 tidak terpuji. Bershaum, tapi tidak bisa menahan diri dari perilku negatif. Berhaji, tapi tidak berbuat kemabruran (Kebajikan). Sehingga akhirnya walaupun kita sering melakukan ritual rukun Islam dengan baik dan teratur, tetapi kita tidak juga menjadi orang yang baik (Ihsan). Oleh karena itu marilah kita, tingkatkan KeIslaman kita ketingkat yang lebih tinggi yaitu ke Tingkan Ihsan.
”Hai sekalian orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kafah……” (QS 2 : 208)
Tingkat ke tiga yang harus dijalani adalah Tingkat Ihsan, yaitu dimana seseorang yang telah beriman dan berislam yang termaktub dalam rukun iman dan rukun islam, mulai mengaplikasikan nilai-nilai keimanan dan keislamannya itu dalam hidup bersosial kemasyarakatan, dimana ia selalu berperilaku sebagai orang yang baik (muhsin) dengan mengikuti norma-norma yang berlaku dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara, dengan di dasari bahwa semua perilakunya selalu merasa seolah-olah di lihat Allah, sehingga ia malu kalau perilakunya melanggar hukum-hukum Allah. Orang yang sudah menjalani jenjang Iman, Islam dan Ihsan dengan sempurna, disebut dengan orang yang telah menjalani kehidupan agamanya dengan sempurna.
”….Pada hari ini telah Aku sempurnakan Ad Din-mu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridhoi Islam (Sejati) ini sebagai agamamu…” QS 4 : 3)