Mudik sudah menjadi tradisi, khususnya di Indonesia. Meskipun ditempat lain juga ada 'mudik', seperti di China, misalnya.
Akan tetapi ritual mudik di Indonesia lebih terasa sakral karena sebelumnya telah diawali dengan ibadah puasa ramadhan (meskipun tidak swmua yang mudik adalah sho-imun). Dan inilah ujungnya, kembali ke kampung halaman alias mudik.
Tradisi mudik lebaran ini tidak sekedar sebuah "show of" orang kampung yang tinggal di kota, meski hanya berstatus perantau. Akan tetapi juga merupakan sebuah "kebutuhan hati" bagi pelaku mudik itu sendiri.
Mungkin, sebagai warga yang tidak "kenal" dengan mudik akan kesulitan, bagaimana "merasakan" mudik. Tapi setidaknya bisa diamati lewat fenomenanya.
________________
Istirahat sejenak.
---------------------------
Mengapa pulang kampung begitu istimewa untuk warga yang tinggal di perantauan? Tentu saja karena rindu kampung halaman dengan segala kenangan yang pernah terlukis disana.
Hal tersebut seharusnya menjadi pelajaran yang dapat kita ambil bahwa berapa pun lamanya kita tinggal di rantau orang, kita selalu merindukan kampung halaman.
Jadi, berapa lamanya kita hidup di dunia ini, kita toch akhirnya merindukan 'pulang' jua ke hadiratNYA. (Rindu gak sich?)
Semua orang di rantau, pasti mempunyai keinginan mudik ke tempat asalnya, tapi tidak semua perantau bisa mudik, karena berbagai kendala. Begitu pula setiap Ruhani rindu untuk kembali pulang ke asalnya yaitu Allah SWT, tapi tidak semua ruhani dapat kembali pulang ke asalnya, dikarenakan tidak tahu jalan pulang, malu bertanya sesat di jalan.
Hakekat mudik adalah proses kembalinya diri ruhani ke tempat asalnya yaitu Allah SWT. Proses ini harus diusahakan dengan sungguh-sungguh ketika kita masih hidup di dunia.
"Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya...." (QS 39 : 54)
(Dua alinea terakhir, saya salin dari tulisan Tuan Guru Ki Prana Bumi DW alias Bpk. Kuswanto Abu Irsyad) -----> Salam ta'dzim saya _/|\_