Melalui terjemahan Al-Qur’an berbahasa Indonesia kita menemukan sekurang-kurangnya 8 kelompok ayat yang memuat kata tentang bidadari di surga. Dari 8 kelompok ayat tersebut hanya 3 ayat yang menyebut secara jelas tentang bidadari, yaitu kata ‘huurin ‘iin’ :
Kadzaalika wazawwajnaahum bihuurin ‘iinin
"demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari". (QS 44 : 54)
Muttaki-iina ‘alaa sururin mashfuufatin wazawwajnaahum bihuurin ‘iinin
"mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli". (QS 52 : 20)
Wahuurun ‘iinun, ka-amtsaali allu/lui almaknuuni
"Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik". (QS 56 : 22-23)
Apabila ditelusuri, kata bidadari melalui kata ganti, termuat dalam 5 kelompok ayat Al-Qur’an :
1. wa’indahum qaasiraatu alththharfi ‘iinun, ka-annahunna baydhun maknuunun
"Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya, seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik". (QS 37 : 48-49)
qaasiraatu = tidak liar pandangan
atthafri = ujung/mata
‘inun = mata
2. wa’indahum qaasiraatu alththharfi atraabun
"Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya". (QS 38 : 52)
wa’indahum = dan disisi mereka
qaasiraatu = tidak liar pandangan
atthafri = ujung/mata
atraabun = sebaya
3. fiihinna qaasiraatu alththharfi lam yathmitshunna insun qablahum walaa jaannun, ka-annahunna alyaaquutu waalmarjaanu
"Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin". (QS 55 : 56)
"Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan". (QS 55 : 58)
fiihinna = didalamnya mereka
qaasiratu = pendek/menundukkan
athafri = ujung/mata
lam yathmitshunna = tidak/belum menyentuh mereka
insun = manusia
4. fiihinna khayraatun hisaanun, huurun maqshuuraatun fii alkhiyaami
"Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik". (QS 55 :70)
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah". (QS 55 : 72)
fiihinna = didalamnya mereka
khayraatun = baik-baik
hisaanun =bagus-bagus/cantik-cantik
huurun = yang putih/jelita
maqsuuraatun = tersimpan/terpingit
filkhiyaami = dalam mahligai/rumah
5. innaa ansya/naahunna insyaan, faja’alnaahunna abkaaraan, ‘uruban atraabaan
"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya". (QS 56 : 36-37)
inna = sesungguhnya Kami
ansya’naahunna = Kami jadikan mereka
insyaa’an = dengan kejadian
faja’alnaahunna = maka kami jadikan mereka
abkaaran = gadis-gadis perawan
Dari kelima kelompok ayat tersebut hanya nomor 5 yang secara jelas menyebut objek yang dimaksud adalah berjenis kelamin wanita, sedangkan keempat ayat lainnya tidak secara jelas mengindikasikan apakah yang dimaksud adalah wanita atau bukan. Dalam terjemahan bahasa Indonesia kelompok ayat nomer 5 dibuat penjelasan dalam tanda kurung ‘bidadari’. Tafsir Jalalain juga memberikan penjelasan bahwa makhluk yang diciptakan tersebut adalah bidadari sekalipun Al-Qur’an tidak menyebut objeknya, dan kata ‘insyaa’an’ diartikan dengan kata ‘langsung’ yaitu yang diciptakan tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu, sedangkan Tafsir Al-Mishbah tidak mengartikannya sebagai ‘bidadari’ dan tetap memakai kata ganti ‘mereka’, sedangkan kata ‘insyaa’an’ ditafsirkan dengan kata ‘sempurna’, sehingga bunyinya :”Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan penciptaan sempurna..”, suatu penafsiran yang belum tentu berarti ‘diciptakan tanpa melalui proses kelahiran’.
Prof. Quraish Shihab menjelaskan dalam Tafsir Al Misbah, kalimat ‘lagi sebaya umurnya’ dengan menyampaikan hadist diriwayatkan oleh at-Tirmidzi bahwa seorang wanita tua datang kepada Nabi Muhammad SAW memohon dido’akan agar masuk surga. Nabi menjawabnya dengan bersabda (dengan tujuan bergurau sambil mengajar) :”Beritahu wanita itu, bahwa dia tidak akan memasukinya dalam keadaan tua. Sesungguhnya Allah berfirman (lalu beliau membacakan ayat-ayat diatas) . Hadist ini diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi dan ath-Thabarani, namun oleh Ibnu Hajar dinilai merupakan hadist lemah. Kalau kita merujuk kepada penjelasan ini maka ‘diduga keras’ wanita yang dimaksud QS 56:35-37 adalah manusia biasa yang mendapat anugerah surga dan bukan bidadari seperti yang dimaksud dengan kata ‘huurin ‘iin’ dalam QS 44:54, QS 52:20, QS 56:22.
Dalam keempat kelompok ayat yang lain, Al-Qur’an menyampaikan adanya ‘sesuatu’ di Jannah yang mempunyai ciri-ciri : punya pandangan yang tidak liar, jelita matanya ibarat telur burung unta, berumur sebaya, sopan dan selalu menundukkan pandangan, belum pernah disentuh manusia, seperti permata yakut dan marjan, yang cantik (atau bagus) , putih dan tersimpan dalam mahligai. Kita tentunya boleh saja mengartikan ciri-ciri ini secara fisik dan harfiah dan itu mempunyai ‘peluang besar’ menuju kepada sosok wanita.
Namun tidak salah juga kalau para ahli hakekat mengartikan ciri-ciri tersebut secara majaazi, yaitu istilah kata ”Huurin 'iin” sebenarnya terdiri dua kata yaitu Huuri atau haura yang artinya ”tampak sedikit keputihan pada mata disela kehitamannya (dalam arti yang putih sangat putih dan yang hitam sangat hitam)”. Bisa juga ia berarti "bulat", ada juga yang mengartikan "sipit" atau " lonjong". Sedangkan kata ‘iin’ adalah jamak dari kata ‘aina’ dan ‘ain’ yang berarti " mempunyai mata yang besar dan indah". Berdasarkan arti kata tersebut, "huurin ‘iin" secara hakekat adalah Penampakan (Tajalli) Nur Ilahi yang Wujudnya seperti Misykat yang di dalamnya ada Al Misbah, seperti yang diisyaratkan dalam Surat An Nuur 24 ayat 35 dan Hadits Nabi Muhammad Saw.
"Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus (misykat) , yang di dalamnya ada pelita besar (misbah). Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) , yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (QS 24 : 35)
“Kemudian Jibril mengantar aku ke Sidratul Muntaha, yang diliputi oleh Cahaya berwarna-warni yang sulit dilukiskan keindahannya. Kemudian aku masuk ke dalam Jannah, yang Cahayanya seperti Cahaya Mutiara” (HR Bukhari)