Contoh Untuk Memudahkan Memahami Maqom Tajrid dan Asbab Dalam Kehidupan Sehari-hari

Berikut beberapa contoh untuk memudahkan memahami maqom tajrid dan asbab dalam kehidupan sehari hari :

A. Contoh Pertama

Sekelompok orang bersiap-siap untuk haji, sebagian ada yang terbebas dari tanggung jawab dan berkonsentrasi untuk
melaksanakan ibadah dan ta'at. Dan sebagian lain ada yang menjadi dokter yang bertanggung jawab untuk menangani serta
mengobati para jamaah haji. Maka orang pertama berada pada maqam yang di sebut Ibnu 'Atha'illah dengan maqam tajrid dan
dia di tuntut untuk memperbanyak ibadah, dzikir-dzikir atau banyak-banyak melakukan shalat sunnah. Sedangkan orang nomer dua ada pada maqam yang di sebut maqam asbab, dan dia dituntut untuk mengurusi asbab, Jadi para dokter-dokter itu di suruh untuk memperhatikan kesehatan para pasien yang sedang menjalankan ibadah haji itu.

B. Contoh Kedua

Ada pemuda yang di perintah oleh ayahnya : "Aku akan mengurusi dan memenuhi segala keperluanmu, yang aku kehendaki kamu Cuma konsentrasi mempelajari kitab Allah dan syari'at-Nya!" Maka santri ini oleh Allah SWT telah di tempatkan di maqam tajrid. Oleh karena itu dia dituntut untuk melakukan hal yang sesuai dengan maqamnya, yaitu mempelajari al-Quran dan ilmu syri'at. Orang seperti ini tidak boleh dikataan : "Syara' memerintahmu untuk mencari rizqi dan mencegah untuk melakukan pengangguran". karena yang diperintahkan syara' untuk pergi ke pasar dan mencari rizqi itu adalah orang-orang yang tidak memiliki tanggung jawab seperti orang tua dan para pejabat.
Adapun orang yang telah di beri Allah SWT kebutuhan rizqi, seperti santri maka di dia syari'atkan tidak mencari rizqi. Yang di larang Syara' adalah jadi pengangguran padhal santri bukan menganggur tetapi waktunya di alihkan dari maqam asbab(cari
rizki) ke maqam tajrid (mempelajari agama).


C. Contoh Ketiga

Seseorang yang bekerja di sebuah toko, dia mengetahui jika dia bekarja dari jam 07.00 pagi sampai jam 17.00 sore, maka dia akan mendapatkan uang yang cukup. Maka syara' akan berkata kepadanya : "Allah SWT telah menempatkan dirimu dari jam 07.00 pagi-jam17.00 sore di maqam asbab dan kamu wajib bekerja dengan keras. Adapun sebelum dan sesudah waktu tersebut, Allah menepatkan dirimu pada maqam tajrid. Oleh karena itu kamu harus menggunakan waktu untuk mendalami pengetahuan tentang Islam dn beribadah.

D. Contoh keempat

Seseorang yang sedang berada di Amerika untuk belajar, setelah itu dia berkeinginan mendapatkan harta dan kehidupan
baik. Kemudian dia menetap bersama keluarganya dan mencari pekerjaan disana. Apakah yang demikian itu sesuai dengan tuntunan syari'at ? Realitalah yang akan menjawabnya.realita yang ada mengatakan bahwa orang yang hidup di Amerika dan Eropa bersama anak-anak dan keluarganya rusak moralnya karena lingkungan di Amerika dan Eropa yang bebas dalam pergaulan. Oleh karena itu semestinya orang tersebut sedang menjalankan maqam tajrid bukan maqam asbab, buktinya jika orang tersebut masih mencari harta di Amerika, maka anak-anaknya akan terjerumus pada pemikiran-pemikiran yang tidak Islami.

Inilah yang di sebut Ibnu 'Atha'ilah :

"…Sedang kamu ingin maqam asbab padahal Allah menempatkanmu di maqam tajrid itu adalah penurunan dari cita luhur."

Orang yang ditempatkan pada Maqom Sabab, hukum untuk orang seperti itu harus ridho (rela), sabar dan pasrah. Yang dimaksud Maqom Sabab yaitu melakukan pekerjaan atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup didunia, ciri-ciri orang yang ditempatkan pada maqom Sabab adalah bisa lancar pekerjaannya serta bisa memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan dan orang ini senang melakukan pekerjaan dan kewajiban-kewajiban agama dalam pekerjaannya.

Orang yang ditempatkan pada Maqom Tajrid, (yang dimaksud dengan Maqom Tajrid yaitu meninggalkan bekerja), orang seperti ini harus selalu bersyukur kepada Alloh, harus giat dan tidak boleh kendor atau sembrono dalam menjalankan ibadah, ciri-ciri orang yang ditempatkan pada
maqom Tajrid adalah selalu bisa mencukupi hak-hak dan menjauhi pergaulan dengan manusia.

Sedangkan orang yang tidak berada pada maqom Tajrid maupun
Maqom Sabab ini harus selalu berhati-hati dalam menjalankan pekerjaannya, umpamanya pindah dari satu
Sabab ke Sabab lain, jika ia sudah tahu bahwa Sabab itu tidak bisa diandalkan, maka berpindahlah ia ke maqom Tajrid,
juga sebaliknya jika ia ingin menempatkan diri pada maqom Tajrid, tapi masih cenderung ke duniawi, maka pindahlah ia
ke maqom Sabab. Semua itu karena tanda-tandanya Alloh menempatkan pada
Maqom Sabab atau Maqom Tajrid yaitu istiqomah (teguh), macam-macam ibadah dan wirid dilaksanakan dengan
selamat, jika istiqomah itu tidak ada berarti diizinkan pindah pada maqom yang lain, karena kewajiban seorang hamba itu
harus bertempat pada maqom yang telah ditempatkan oleh Alloh dan tidak boeh memilih yang lain atas apa yang telah
diberikan oleh Alloh. Sejatinya orang pada maqom Tajrid itu juga bertempat pada
maqom Sabab, sebagaimana firman Alloh SWT dalam surat Ath Tholaq ayat 2-3 :

“Barang siapa yang bertakwa kepada Alloh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rezeki yang tiada disangka-sangkanya, dan barang siapa yang bertawakal kepada Alloh, maka alloh akan mencukupkan keperluannya”.

Orang2 yang bertakwa kpd Allah setiap menghadapi kesulitan maka ia akan dibebaskan dari kesulitan tersebut dan Allah memberikan rizkinya yg datangnya tidak ter-duga-duga. Ringkasnya yang jadi sababnya adalah Takwa, yg dinamakan
takwa adalah rangkaian ilmu, amal dan istiqomah, maksudnya mengetahui kewajiban- kewajiban dan larangan-larangan lalu diamalkan secara terus menerus. Untuk mengukur bahwa orang tersebut berada dalam maqam tajrid yaitu Takwa lahir & Bathin.

Syahwat yaitu gerakan nafsu untuk mendapatkan apa yang
patut untuk nafsu tersebut tanpa memandang sifat2 gerakan
nafsu tersebut. Sedang dinamakan “syahwat yang samar” karena orang yang bertempat pada tajrid itu sakit menurut
lahirnya. Karena Tajrid itu meninggalkan apa yang menjadi kebiasaan dan menyalahi apa yang menjadi keinginan hawa
nafsu. Tapi orang yang menempati maqam tajrid itu bisa juga dikatakan ingin enak, tidak susah bekerja yang kemungkinan
akhirnya menjadi beban orang lain dengan meminta secara terang-terangan maupun dengan isyarat, yang seperti ini
sudah menyimpang dari petunjuk Nabi.

Bekerjanya orang yang Tajrid tadi dianggap sebagai inhithath (penurunan dari atas kebawa) karena dia ingin mengganti
ketentraman dengan kesulitan, asalnya tentram hatinya menjadi gelisah dan menempatkan dirinya pada sebab-sebabnya kerusakan sebab bercampurnya dengan selain Allah dan meninggalkan Nur dari Allah.