"Allahumma ahyini misykin wa amitni misykin wahsturni fi dzumrotil masyakin”
”Ya Allah, hidupkanlah aku (dalam Cahaya-Mu) dalam keadaan miskin dan matikanlah aku (dalam Cahaya-Mu) dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku (dalam Cahaya-Mu) bersama orang-orang miskin" (HR. Ibnu Majah dan Al Hakim)
"Saya pernah berdiri di pintu surga, ternyata umumnya orang yang memasukinya adalah orang miskin. Sementara orang kaya tertahan dulu (masuk surga). Hanya saja, penduduk neraka sudah dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
“Saya pernah melihat surga, aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang miskin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits diatas adalah jawaban bagi orang yang selalu mengeluhkan betapa sulitnya mencapai pengalaman pencerahan yang sempurna ketika melakukan lelaku liqa' Allah. Intinya, bagaimana mau dapat pencerahan yang sempurna, lha wong melakukannya dalam keadaan kaya, bawa ini, bawa itu, merasa punya ini, merasa punya itu, malah ada yang bawa mobil, bawa duit dalam batinnya. Padahal Allah menegaskan bahwa jika ingin mendapatkan pengalaman pencerahan yang sempurna dalam Liqa’ dengan-Nya, jangan membawa harta kekayaan dalam pikiran dan perasaannya. Justru kita harus menjadi misykin, tidak memiliki apapun seperti ketika kita lahir waktu menjadi bayi tanpa sehelai benangpun.
"Dan sesungguhnya kamu datang menemui Kami dengan sendirian (harus dalam keadaan misykin) sebagaimana Kami jadikan kamu pada awal mula kejadian (seperti bayi yang misykin) dan kamu (harus) tinggalkan (dunia) di belakangmu (jadi misykin), apa yang telah Kami karuniakan kepada kamu...........(QS 6 : 94)
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS 26:88 dan 89)
”Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah sekedar permainan dan senda gurau, dan jika kamu beriman dan bertaqwa, allah memberikan ”Pahala” dan Dia tidak meminta kepada kamu harta-harta kamu”. (QS QS 47 : 36)
"Dan jika Dia mengambil (harta) kamu dengan secara paksa, niscaya kamu menolaknya (kikir) dan Dia menampakkan rasa ketidaksukaanmu". (QS 47 : 37)
Berdasarkan Hadits tersebut, di mata Rasulullah Saw, ternyata "materi" hanyalah dunia ilusi dari "La'ibun dan Lahwun" nya Sang Maha Cahaya, Dan beliau menegaskan bahwa sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah sekedar ”Dunia ilusi/bayangan/persepsi” dari refleksi Sang Maha Cahaya, sehingga beliau berdoa agar dunia ilusi tersebut tidak terbawa ketika beliau melakukan Liqa’ kepada Sang Maha Cahaya dan berkumpul dengan Sesama Cahaya.
Rasulullah Saw tidak mengajarkan kita untuk menjadi miskin di dunia, bahkan beliau memberikan contoh bagaimana dirinya sejak muda sudah menjadi pengusaha/saudagar sukses dan kaya raya. Kalau ada hadits yang menceritakan beliau yang hidup prihatin, hal itu merupakan simbolis laku perjalanan rohani beliau, seperti yang sudah dibahas di atas.
“Carilah duniamu seolah-olah engkau hidup selamanya, dan carilah akhiratmu, seolah-olah engkau mati besok” (Hadits)
Seorang Sufi harus mampu menggenggam semua perhiasan dunia tanpa kemelekatan, bukan sebaliknya justru digenggam oleh Dunia…!