Ada beberapa saat sebaiknya kita manfaatkan waktu sebaik-baiknya, dalam hal ini adalah agar waktu yang sedikit ini memberi manfaat kepada kita sebagai mukmin untuk merenung, dan Insya Allah, dalam perenungan itu ada nilai-nilai yang mempertajam Tauhid kita hanya kepada Allah SWT.
Marilah kita lihat kembali sejarah Islam yaitu ketika masyarakat kota Mekah bergotong royong membangun kembali Baitullah yang rusak akibat banjir yang melanda kota Mekah. Pada permulaannya mereka nampak bersatu dan bergotong royong mengerjakan pembaharuan Baitullah itu. Tetapi ketika sampai kepada soal peletakkan Batu Hajar Aswad ke tempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy itu.
Pada saat yang kritis itu tercetuslah ide dari Muhammad SAW untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga mereka bersepakat untuk memutuskan bahwa siapapun yang datang dari arah tertentu dan orang itu merupakan orang yang pertama datang, maka dialah yang mempunyai kewajiban untuk mengangkat Batu Hajar Aswad ketempatnya semula.
Orang-orang mengatakan kebetulan tetapi menurut Allah dalam Al Qur’an “tidak ada yang sia-sia dan kebetulan”, tetapi semua yang terjadi sudah dirancang oleh Allah dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan firman-Nya :
"Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia" ( QS Ali Imran 3 : 191)
Bukanlah suatu kebetulan jika yang pertama kali datang dari arah tertentu itu adalah Muhammad SAW. Maka kaum Quraisy menghimbau agar beliau mengangkat Batu Hajar Aswad ke tempatnya semula, namun demikian bijaksananya Rasulullah SAW dalam mensikapi himbauan tersebut. Beliau mengajak empat orang Pemuka Kabilah untuk mengangkat bersama-sama dengan Rasulullah SAW. Jadi ada lima orang yang mengangkat Batu Hajar ke tempatnya semula dengan cara menggunakan sorban Rasulullah SAW sebagai tempat untuk mengangkatnya.
Mestinya ada suatu kebanggaan bagi Muhammad SAW, karena mendapatkan kesempatan mengangkat Batu Hajar Aswad tersebut dengan kedua belah tangannya tanpa memerlukan bantuan orang lain. Tetapi bagi Rasulullah SAW, suatu yang terhormat itu ingin dibagi kepada orang lain, agar mereka juga merasa terhormat. Tugas yang mulia itu tidak ingin dimiliki oleh Muhammad SAW sendiri, tetapi beliau juga menghendaki agar semua orang bisa memiliki tanggung jawab yang sama atas satu tugas yang begitu terhormat.
Ini nampaknya suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi kalau kita masuk kepada esensi kejadian tersebut, maka barulah kita paham bahawa itulah ciri jiwa besar seorang Muslim, seorang Muhammad SAW yang telah mendapatkan wahyu dari Allah SWT.
Marilah kita tengok di kanan-kiri kita, seorang Muslim yang demi mendapatkan suatu kesempatan terhormat dan disangkanya hal itu sebagai kehormatan, maka dia akan melakukan segalanya, kalau perlu teman-temannya disingkirkan dan lawan-lawannya dibantai agar tidak memperoleh kesempatan melakukan pekerjaan yang terhormat tersebut. Inilah yang harus kita pertanyakan dari diri kita sendiri. Peristiwa yang mensejarah dan mengambarkan, bawa kehormatan harus dibagi kepada orang-orang yang terdekat, bahkan untuk semua umat manusia. Karena kita tahu bahwa ke empat orang tersebut, mewakili Kabilah yang terdiri dari berbagai macam suku dan kemudian kita bisa baca dari peristiwa tersebut, agar setiap orang merasa terhormat karena merasa memiliki suatu pekerjaan besar.
Marilah kita renungkan ke dalam diri masing-masing, mestinya kita bersikap egois, kita tidak perlu bersikap individualis dan primordialis dalam menyelesaikan masalah-masalah keagamaan, masalah-masalah kemasyarakatan, kenegaraan dan masalah apapun juga. Bahkan marilah kita tengok kembali, tak jarang orang harus menyinggkirkan teman-temannya. Kalau perlu dengan fitnah, hanya untuk memegang suatu jabatan tertentu yang disangkanya jabatan itu memberikan kehormatan ketika dia pegang sendiri.
Marilah dalam Islam ini, kita praktekkan bahwa sesungguhnya kehormatan yang kita pegang mestinya juga memberikan kehormatan kepada seluruh umat manusia, dimana semuanya memiliki tanggung jawab, rasa kepemilikan, melu handar beni. Dengan demikian Insya Allah, hati seluruh umat manusia akan tetap menyatu di tangan orang-orang bijak di bawah naungan Cahaya Illahi Rabbi.
Sebagai penutup tulisan ini marilah kita renungkan firman Allah dalam Kitab Suci Al Qur’an berikut ini :
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari orang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal….” (QS Al Hujurot 49 : 90).
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi bantuan kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan ….” (QS An nahl 16 : 90)
“Dan tolong menolong kamu dalam kebajikan dan taqwa dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung “(QS Ali Imran 3 : 104).
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh untuk ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah ….” (QS Ali Imran 3 : 110).
‘Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amrimu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan masalah itu kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah, sebab yang demikian itu lebih utama bagimudan lebih baik akibatnya…….” (QS An Nisa 4 : 59).
“Dan Dia-lah Allah yang dapat mempersatukan hati orang-orang yang beriman. Walaupun kamu belanjakan semua kekayaan yang berada di bumi niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allahlah yang dapat mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Al Anfal 8 : 63)