Hakekat Surga, Jannah Dan An nar



Surga berasal dari bahasa Sansekerta, Suar = Cahaya, dan Ga = pergi menuju. Sedangkan dalam Al Qur'an, tidak ada kata Surga, yang ada adalah kata "Al Jannah" = tersembunyi.

Menurut Ahlul Ma'rifat, Al Jannah itu adalah Nurul Jannah = Cahaya Terang Yang Tersembunyi di Qalbu setiap Insan yang memunculkan RASA SUKA. Sedangkan An Nar adalah Cahaya Gelap Yang Tersembunyi di Qalbu setiap Insan yang memunculkan RASA DUKA.

"Hai orang yang beriman, peliharalah diri kamu dari derita An Nar yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, yang dijaga oleh Malaikat yang Kasar dan Keras..........". (QS 66: 6)

An Naar = Cahaya Kegelapan, yang menimbulkan derita, yang disebabkan oleh mem-BATU-nya Qalbu manusia, yang selalu bertindak Kasar dan Keras.

"Benar benar akan datang kepada manusia suatu zaman, mereka mempelajari alquran dan menghafalnya. Kemudian mereka berkata, "Kita telah menghafal dan memahaminya, maka adakah orang yang lebih baik dari kami ?". "Apakah (menurut kalian) mereka ada kebaikannya?" Para sahabat berkata: "Siapakah mereka wahai Rasulullah ?"
Rasulllulah menjawab: "Mereka itu termasuk dari kalian (umat islam). Mereka itu adalah bahan bakar An Nar." (HR Ath Thabrani, hasan lighairihi).

Kita mungkin merasa telah Memperjuangkan islam.
Kita mungkin merasa telah banyak hafal Al-Quran dan Hadist. Kita mungkin merasa telah tinggi ilmu Agamanya, lalu kita merasa paling baik dan meremehkan orang lain.
Yang membuat amalan tersebut sia sia.

Jika berbeda pandangan langsung menghujat orang lain dengan mengatakannya sesat atau bahkan kafir. Sesama muslim pun mereka bilang kafir, apalagi kepada yang bukan muslim.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّا امِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَ لَّا تَعْدِلُوْا ؕ اِعْدِلُوْا ۙ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Ma'idah : 8. )

Demikianlah sifat orang orang yang akan menjadi bahan bakar An Naar

Kelemahan manusia yang paling pokok ialah pandangannya yang pendek, dan tidak mampu melihat jauh ke depan. Karena itu manusia mudah tertarik kepada hal-hal yang sepintas lalu menawarkan kesenangan, padahal dalam jangka panjang membawa malapetaka. Adalah hati nurani yang memperingatkan manusia untuk waspada jangan sampai terjebak oleh hal-hal yang pendek yang menyenangkan, sementara melupakan jangka panjang yang lebih besar dan penting. Karena itu Nabi SAW menjelaskan, bahwa kebajikan adalah budi pekerti luhur, dan dosa ialah sesuatu yang terbetik dalam hati yang bersangkutan dan tidak suka jika diketahui oleh orang banyak. Hadits ini menyangkut seorang sahabat Nabi bernama Wabishah al-Asadi : Qalbu adalah "Jendela Kaca" yang dengannya Ruhani melihat Nur-Nya, apabila ada bercak hitam didalamnya, maka akan menghalangi pandangan dalam melihat Nur-Nya. Apa yang menyebabkan bercak hitam ? itulah "Dosa" yang diisyaratkan dalam Hadits :

Berkata Wabishah a-asadi, “Aku datang kepada Rasulullah SAW dan aku tidak akan mengesampingkan barang sedikitpun tentang kebajikan dan dosa melainkan mesti akan kutanyakan kepada beliau, dan beliau saat itu dikelilingi sejumlah kaum muslim untuk meminta nasehat dan aku pun melangkah melewati mereka, dan mereka berkata, “hai Wabishah, jangan mendekati Rasulullah SAW!” Aku katakan, “Biarkanlah aku! Aku akan mendekat kepada beliau. Karena beliau adalah orang yang paling aku cintai untuk saya dekati.” Beliau (Nabi) bersabda, “Biarkanlah Wabishah! Kemari, Wabishah! (dua atau tiga kali)” Kata Wabishah,” Akupun mendekat kepada beliau hingga aku duduk bersimpuh dihadapannya”. Lalu beliau bersabda,” Hai Wabishah, apakah kau mau aku beritahu atau engkau akan bertanya kepadaku?” Aku berkata,”Tidak, melainkan beritahulah aku. Beliau bersabda , “Engkau datang untuk bertanya kepadaku tentang kebajikan dan dosa bukan?” Wabishah menjawab,”Ya!” lalu beliau merapatkan jari-jari beliau, kemudian dengan jari-jari itu beliau menepuk Qalbuku dan bersabda,”Hai Wabishah, mintalah fatwa (bertanyalah, berkonsultasilah) kepada Qalbumu! Mintalah fatwa kepada dirimu! (tiga kali), kebajikan ialah sesuatu yang Qalbu merasa tentram kepadanya dan dosa ialah sesuatu yang terbetik di dalam Qalbumu dan bergejolak dalam Shudur, sekalipun orang banyak memberi fatwa (membenarkan) kepadamu, sekalipun mereka memberi fatwa kepadamu! “. (HR. Bukhori )

Jadi pertimbangan pertama dan utama dalam bertindak ialah nurani. Murni dan terangnya hati nurani akan membisikkan kepada kita tentang apa yang baik dan buruk, yang benar dan yang palsu. Namun karena kelemahan manusia tersebut tadi, kita tidak selalu dapat mendengar Suara nurani kita sendiri. Atau karena Qalbu kita sudah kehilangan cahaya-Nya disebabkan oleh dosa-dosa dan kejahatan-kejahatan kita. Karena itu dalam istilah Al-Qur’an, dosa disebut zhalim, orang yang melakukan kegelapan. Maka orang yang banyak berbuat dosa, qalbunya tidak lagi bersifat terang (nurani), melainkan menjadi gelap (zhulmani). Dan dalam stadium yang kronis dan parah, perbuatan dosa atau zhalim itu mungkin tidak lagi kita rasakan sebagai dosa atau kejahatan, bahkan terasa baik-baik saja. Inilah yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an bahwa adakalanya kejahatan pada sesorang ‘dihiaskan’ baginya, sehingga nampak indah bagi yang bersangkutan. Dan itulah stadium kebangkrutan ruhani, yang menyeret manusia keluar dari dalam “Paradiso” menuju “inferno”. Dalam Al-Qur’an terbaca isyarat kebangkrutan spiritual itu :

“Apakah (kamu risaukan, wahai Muhammad) orang yang dihiaskan baginya kejahatan amalnya sebagai ia pandang baik? Sebab sesungguhnya Allah menyesatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendak-Nya Oleh karena itu, janganlah engkau menelantarkan dirimu dengan kesedihan tentang mereka itu. Sesungguhnya Allah maha Tahu akan segala sesuatu yang mereka perbuat ”. (QS Al Fathir 35 : 8).

"Tuhan kami adalah Nurani, neraka dan surga kami adalah nurani. Dengan melakukan kejahatan, nurani kamilah yang menghukum kami. Dengan melakukan kebajikan, nurani kamilah yang memberi kurnia." (Isi Surat Kartini kepada EC Abendanon, 15 Agustus 1902)